Terima kasih sudah mampir ke blog ini dan selamat datang di Semangat27.com
Kali kita akan mereview satu buah film yang berjudul "TURAH". Turah merupakan film yang bercerita tentang kehidupan masyarakat miskin kampung Tirang di Kota Tegal yang mengalami isolasi selama bertahun-tahun.
Lebih suka dengan versi video? Silakan Tonton Video berikut ini
Kalau harus mendeskripsikan seperti apa kampung tirang dalam film ini, maka istilah tempat jin buang anak mungkin dirasa sangat pas. Sebab ada banyak sekali mayat bayi yang ditemukan dikali dan kemudian dikubur dipinggir kampung tanpa tahu asal usul dari bayi tersebut. Tempat tersebut juga bisa dikatakan bukan 'kampung' beneran, melainkan hanya sepetak tanah yang timbul dari hasil endapan kali yang kemudian dijadikan tempat tinggal.
Melalui sinematografi yang apik film ini berhasil membuat para penontonnya meresapi dan merasakan kekumuhan serta keterisolasian kampung itu. Dimana pada siang hari air tambak yang kelabu terlihat mengepung mereka, kemudian tampak rumah rumah tempat tinggal yang hanya berdinding papan kayu dan beralas tanah hingga penggambaran pertikaian sebuah keluarga yang ditonton warga sekampung membuat kita seolah-olah berada diantara warga tersebut untuk menyaksikannya. Sedangkan pada malam harinya kampung terlihat gelap gulita dengan lampu teplok sebagai penerang utama, memang sih ada pembangkit listrik tenaga diesel yang bisa diandalkan warga tapi nampaknya lebih sering merepotkan dari pada berguna.
Kerasnya persaingan hidup tergambar jelas dalam film turah, dimana banyak sekali orang-orang kalah di kampung Tirang yang dijangkiti sifat pesimisme dan diliputi rasa takut terutama kepada Darso sang juragan kaya raya yang memberikan mereka 'kehidupan'. Tidak berhenti sampai disitu, adanya tangan kanan juragan bernama Pakel si sarjana penjilat yang dengan pintarnya membuat warga kampung semakin bermental kerdil. Hal ini pun membuat aksi mereka berdua menjadi semakin mudah dalam mengeruk keuntungan.
Nah dari kejadian-kejadian itulah muncul setitik harapan dan rasa optimisme dari kehidupan tanpa daya dalam diri Turah dan Jadag yang merupakan pekerja dari juragan Darso. Turah dan Jadag terdorong untuk berusaha melawan rasa takut yang telah akut dalam diri mereka dan mencoba untuk meloloskan diri dari narasi yang penuh kelicikan itu.
Film Turah dibuka dengan scene kematian seorang anak yang berusia 9 tahun bernama Slamet. Scene ini merupakan penggambaran awal duka demi duka berulang-ulang yang tak kenal lelah menghajar Kampung Tirang. Yang karena saking seringnya, memunculkan pilihan-pilihan moral yang terlewat rumit dari para tokohnya. Dari mulai turah dan kanti yang memilih untuk nrimo hidup dan memilih untuk tidak mempunyai anak karena takut anaknya merasakan hidup seperti yang mereka alami, Jadag yang menyerahkan kehidupanya ditelan oleh amarah karena kemiskinan, kemudian Darso dan Pakel bak parangan mesra tuhan-malaikat yang bertingkah laku seolah-olah mempunyai hak atas hidup warga Kampung Tirang.
Yang membuat saya tertarik kepada film ini adalah penggambaran para tokohnya. Dimana Turah dengan kepasrahannya yang menggambarkan bentuk kepasifan manusia dalam menjalani kehidupan yang selalu merasa dirinya "masih untung", masih untung karena diberi pekerjaan oleh juragannya, masih untung bisa makan, masih untung bisa tidur dan masih untung masih untung yang lainnya.
Sikap preventif ala orang orang jawa yang selanjutnya sering diartikulasikan oleh para "gusti-gusti jawa" secara semena-mena untuk melakukan eksploitasi kepada kawulanya. Sikap seperti ini sebenarnya lebih kepada untuk mencegah kerusakan atas keberlangsungan hidup yang ada pada suatu ekosistem, akan tetapi justru lebih sering dijadikan modus penundukan para penguasa lokal terhadap orang yang lemah.
Sikap Turah ini bisa jadi penggambaran bentuk kepasrahan mayoritas kita untuk mengamini segala macam bentuk penundukan serta penindasan atas nama budi baik terhadap para oknum yang telah memerah hidup.
0 Komentar