Apalah Artinya IPK?
Oleh: Riris Aditia N
Teman-temanku
mengeluh. Kabarnya, IPK semester ini turun. Milikku juga turun, tapi nyaris
cuma angin lalu yang terhirup. Semacam angin ringan yang berhembus, sejenak
lewat menghampiri, lalu enyah ke arah yang lain. Tidak timbul keluh kesah,
marah, atau lainnya.
“Apalah artinya
IPK?” aku menegaskan kalimat itu lekat-lekat. Begitu melihat nilai A yang
tertera di KHS, ingin sekali aku masuk ke dalam karung yang besar agar seluruh
tubuhku tertutup sempurna. Aku enggan memperlihatkan si pemilik wajah yang beruntung
dijatuhi durian berlebel nilai A tersebut. Kau tahu? Usaha untuk mendapatkan
nilai A sangatlah mudah, tapi bersikap bijak dan bertanggung jawab atas nilai A
tersebut nyaris tak mampu ditangguhkan. Belum lagi untuk terus menggenggam
nilai A dengan baik agar semester selanjutnya ia masih bertengger di KHS milik
kita.
Lalu, kenapa
mesti kepayahan untuk mempertanggungjawabkan nilai A? Apakah terbesit curang?
Atau aku saja yang pecundang? Bukan... apalah artinya IPK, toh nyatanya kita
belum bisa apa-apa? Pengetahuan hanya sebatas di permukaan, dan hal praktis pun
baru di level coba-coba. Apalagi soal pengabdian sosial, nihil dan seringkali
sembunyi tangan.
Hayo.... mengaku, disyukuri saja KHS yang ada,
kecuali kalau sudah jadi manusia super
(baca: cerdas intelektual, emosional dan spiritual).
Eits,
temanku mengelak, dia bilang, ada ketidakadilan dosen dalam memberikan nilai.
Nilai miliknya kurang memuaskan,
padahal...
·
Dia merasa sudah
mengerjakan tugas dengan maksimal, sampai wira wiri ke Surabaya dan begadang
semaleman hanya untuk tugas kelompok yang justru dia kerjakan sendirian.
·
Kocek pun lenyap
hanya untuk sebuah tugas yang nyatanya hanya dihargai nilai B
·
Eh, malah
temannya yang lain—yang tidak ikut bekerja, bahkan untuk sekadar bertanya
“bagaimana tugasnya?” saja tidak, dan terkadang berlagak seperti bendahara yang
membayar semua pengeluaran dari uang mamanya—malah kejatuhan nilai yang lebih
bagus.
Ya sudah teman,
kamu hanya belum beruntung, hiburku
padanya.
·
Kalau menurutmu
dosen tidak adil, maklumi saja. Beliau toh juga manusia biasa, tak luput dari
dosa. Dan jika memang dengan sengaja si dosen ugal-ugalan di jalan (baca:
melakukan penyimpangan kode etik), semoga Allah segera menegurnya dan pimpinan
menendangnya dari meja kehormatan, hehe..
·
Selanjutnya
marilah kita berdo’a, semoga tidak ada tugas kelompok yang bagaimanapun
sistemnnya, dijamin tidak akan mencapai kata objektif. Nah, daripada lempar
tangan, lemparin saja tugas kelompok ke laut, hmm... just kidding!
·
Dan yang
terakhir untuk salah satu temanku yang mengeluh, biar kata kamu begadang
sebulan atau dompetmu terkuras tinggal kartu nama, kalau hasil tugas yang
dikumpulkan acakadut tidak karuan,
tentu saja tidak bisa ditukar dengan nilai A. Kan, dosen menilai hasil akhir
tugas yang dikumpulkan, bukan proses atau besarnya biaya yang dikeluarkan?
Wusssss...
jangan panas membacanya teman, kita hanya perlu ingat bahwa kuliah bukanlah
bercocok tanam untuk memanen nilai A di KHS. Coba pejamkan mata, lalu bergumam,
“Apalah artinya IPK?”, dan nikmati sensasinya. Bukan bermaksud
mengajak untuk pesimis, tidak kompetitif, atau kontra dengan IPK dan dosen.
Akan tetapi supaya kita tidak terjerumus pada tuhan-tuhan kecil bernama IPK.
Yuk, kuliah dan belajar demi kualitas diri di mata Tuhan, bukan demi nilai A
yang berbinar...
0 Komentar